LOS ANGELES | Priangan.com – Pada awal abad ke-20, dunia penerbangan masih muda dan didominasi oleh kaum pria. Pesawat masih dianggap teknologi eksperimental yang berisiko tinggi. Namun, di tengah masa penuh ketidakpastian dan perubahan itu, muncul nama-nama pemberani yang melawan arus, termasuk sejumlah kecil perempuan yang memilih terbang ketika dunia bahkan belum siap menerima mereka di kokpit. Di antara mereka, satu nama yang bersinar terang adalah Amelia Earhart.
Amelia Earhart, berdiri di balik kemudi pesawat itu dengan tekad bulat. Ia tidak hanya mengejar prestasi, tetapi juga tengah menantang batas-batas yang telah lama membelenggu perempuan di ruang udara. Ia mencoba menjadi perempuan pertama yang terbang keliling dunia secara solo.
Kepada para wartawan yang melemparkan pertanyaan tentang bahaya dan risiko, Amelia menjawab dengan nada ringan, “Penerbangannya harus aman dan sehat seperti maskapai penerbangan terjadwal.” Namun, dunia takkan pernah melihatnya menyelesaikan misi itu.
Ketertarikan Amelia terhadap dunia di langit tidak datang secara tiba-tiba. Ia lahir pada tahun 1897 di Atchison, Kansas, dari pasangan Edwin dan Amy Earhart. Ayahnya seorang pengacara sederhana, sementara sang ibu berasal dari keluarga terhormat yang menjunjung tinggi pendidikan.
Dari sang ibu pula, Amelia mewarisi jiwa petualang. Amy, yang pernah mendaki gunung di Colorado seorang diri, menanamkan keyakinan pada putri-putrinya bahwa perempuan harus punya keterampilan dan keberanian untuk mandiri. Dalam kenangan Amelia, masa kecilnya dipenuhi semangat eksplorasi, berlarian di alam dengan mengenakan celana pendek, hal yang saat itu masih dianggap tidak lazim bagi anak perempuan.
Dunia tempat Amelia tumbuh sedang mengalami pergeseran besar. Perempuan mulai menuntut hak, termasuk hak memilih yang baru saja diperoleh di awal usia dewasanya. Namun, stereotip masih kuat, dan banyak bidang yang dianggap tabu bagi perempuan. Amelia tidak ingin hidupnya dibatasi oleh ekspektasi itu. Ia ingin meraih kebebasan. Ia sempat menjadi perawat sukarela di rumah sakit militer Kanada saat Perang Dunia I, lalu bekerja sebagai pekerja sosial. Tapi hasrat sejatinya tersimpan di langit.
Minat Amelia terhadap penerbangan mulai tumbuh saat ia menyaksikan pertunjukan udara di Long Beach, California, pada tahun 1920. Keesokan harinya, ia menaiki pesawat untuk pertama kalinya dalam penerbangan singkat bersama pilot Frank Hawks. Hanya dalam sepuluh menit terbang, Amelia tahu bahwa dirinya harus berada di balik kemudi. Ia mulai mengambil pelajaran terbang dengan Neta Snook, salah satu dari sedikit pilot perempuan saat itu. Pada tahun 1923, ia menjadi wanita Amerika ke-16 yang mendapatkan lisensi pilot internasional.
Meski bergelut dengan masalah keuangan dan kesehatan, Amelia tak pernah menyerah. Ia bekerja serabutan untuk membiayai pelatihannya dan membeli pesawat pertamanya. Dunia mulai mengenalnya pada tahun 1928, ketika ia diajak menjadi perempuan pertama yang menyeberangi Samudra Atlantik dengan pesawat, meskipun hanya sebagai penumpang. Tetap saja, pencapaian itu menjadikannya sorotan publik. Ia dikenal sebagai sosok yang cerdas, terdidik, dan berani, simbol perempuan modern yang mampu menaklukkan langit.
Dijuluki “Lady Lindy” karena kemiripannya dengan Charles Lindbergh, Amelia memanfaatkan ketenarannya untuk memajukan dunia penerbangan. Ia menulis untuk publikasi nasional, menciptakan tren mode yang terinspirasi dari perlengkapan terbang, dan terus mencetak rekor.
Pada tahun 1932, ia menjadi wanita pertama yang menerbangkan pesawat solo nonstop melintasi Samudra Atlantik. Ia juga menjadi orang pertama yang terbang solo melintasi Samudra Pasifik, prestasi yang makin mengukuhkan posisinya sebagai pelopor penerbangan.
Puncak ambisinya datang pada tahun 1937, saat ia mempersiapkan diri untuk mengelilingi dunia dengan pesawat Lockheed Electra. Bersama navigator Fred Noonan, ia memulai perjalanan dari Oakland, California, dan disambut hangat di berbagai belahan dunia. Namun, setelah lepas landas dari Lae, Nugini, mereka menghilang di atas Samudra Pasifik. Tidak ada puing pesawat, tidak ada jenazah. Hanya tanda tanya yang terus menggantung di langit luas.
Selama bertahun-tahun, berbagai teori bermunculan, seperti Amelia dan Noonan jatuh ke laut, terdampar di pulau terpencil, atau ditangkap oleh militer asing. Tak satu pun teori itu benar-benar terbukti. Teknologi modern, seperti sonar dan kendaraan bawah laut otonom, telah digunakan untuk mencari jejak mereka, namun hasilnya tetap nihil. Misteri ini terus memikat perhatian para peneliti dan petualang dari generasi ke generasi.
Meski akhir hidupnya penuh teka-teki, warisan Amelia Earhart tetap terang benderang. Ia tidak hanya mencetak rekor, tetapi juga mengubah pandangan dunia terhadap peran perempuan di bidang penerbangan. Ia menjadi simbol keberanian, ketekunan, dan visi yang melampaui zamannya. Berkat sosok sepertinya, banyak perempuan kini berani menembus batas dan meniti karier di sektor yang dulu didominasi laki-laki.
Hingga kini, perempuan masih menjadi minoritas di dunia penerbangan. Data tahun 2023 dari Organisasi Penerbangan Sipil Internasional menunjukkan hanya 4,9 persen dari pilot, pengatur lalu lintas udara, dan teknisi perawatan pesawat adalah perempuan. Angka itu terus meningkat, berkat keberanian para pelopor seperti Amelia Earhart yang membuka jalan dan membuktikan bahwa langit bukanlah milik satu gender saja. (LSA)