ACAB, Empat Huruf yang Terukir di Tembok Perlawanan Dunia

LONDON | Priangan.com – Setelah polemik yang ramai di Indonesia akhir-akhir ini, lini masa media sosial dipenuhi dengan empat huruf yang sama: ACAB. Ada yang menuliskannya di status, ada pula yang mengunggahnya di foto, bahkan tidak sedikit yang menjadikannya sebagai bentuk protes. Bagi sebagian orang, istilah ini terasa baru dan asing, sementara bagi yang lain ini sudah akrab sebagai bagian dari budaya protes global. Fenomena tersebut menunjukkan bagaimana sebuah slogan yang berakar dari sejarah panjang di negeri lain dapat melintasi batas negara, lalu tiba-tiba mendapat tempat dalam ruang ekspresi publik di Indonesia.

ACAB merupakan singkatan dari All Cops Are Bastards, yang secara lugas diterjemahkan sebagai “Semua Polisi adalah Bajingan.” Meski terdengar kasar, kalimat ini bukan sekadar makian. Selain dalam bentuk akronim huruf, istilah ini juga kerap muncul sebagai kode numerik 1312, dengan setiap angka mewakili urutan huruf dalam alfabet.

ACAB lahir dari pengalaman sosial yang panjang, menjadi simbol kemarahan sekaligus perlawanan terhadap aparat yang dianggap menindas. Menariknya, istilah ini sudah lebih dulu bergaung di Inggris pada pertengahan abad ke-20, jauh sebelum merambah ke berbagai belahan dunia.

Sebagaimana dilansir dari GQ, kisahnya berawal pada masa pasca-Perang Dunia II, ketika kondisi ekonomi Inggris belum stabil. Para buruh kerap mengadakan pemogokan untuk menuntut hak mereka, dan dalam situasi itulah muncul frasa All Coppers Are Bastards. Kata copper sendiri adalah istilah slang untuk polisi. Singkatan ACAB digunakan sebagai bentuk perlawanan, sekaligus sebagai isyarat bahwa aparat tidak berpihak pada rakyat.

Asal-usul ACAB sendiri tidak pernah benar-benar jelas, tetapi sebagian besar sejarawan budaya sepakat bahwa ia muncul di Inggris pada paruh pertama abad ke-20. Secara apokrif, ungkapan lengkapnya “All Coppers Are Bastards” mulai dipendekkan menjadi ACAB oleh para pekerja yang melakukan mogok pada 1940-an.

Lihat Juga :  Sejarah Hansip, Dulu Namanya Luch Bescherming Deints

Penelusuran jurnalis James Poulter dari Vice bahkan menemukan rekaman video memperlihatkan sekelompok pemuda di jalanan Inggris melantunkan frasa tersebut. Meski sederhana, rekaman itu menjadi bukti bahwa ACAB sudah menjadi bahasa perlawanan generasi muda.

Namun, istilah ini benar-benar dikenal luas pada 1970. Saat itu, surat kabar Daily Mirror menurunkan berita tentang seorang remaja yang ditangkap polisi karena menyulam kata “ACAB” di jaketnya. Ia mengaku hanya menirukan tulisan seorang anggota Hells Angels yang dilihatnya di jalan, bahkan berdalih bahwa ACAB berarti All Canadians Are Bums.
Meski akhirnya hanya didenda ringan, pemberitaan tersebut justru memperkenalkan ACAB ke publik yang lebih luas. Ironisnya, upaya aparat untuk menertibkan justru membuat akronim ini semakin populer di kalangan anak muda yang lelah ditekan polisi.

Lihat Juga :  Gonjang-Ganjing Roma, Kota Abadi yang Diperebutkan Banyak Kaisar  

Dari sinilah ACAB menemukan jalannya ke panggung budaya populer. Gerakan punk yang sedang tumbuh di Inggris segera mengadopsinya sebagai simbol pemberontakan. Lirik-lirik punk yang singkat dan penuh amarah cocok dengan semangat ACAB.

Band seperti 4-Skins bahkan merilis lagu berjudul sama, yang kemudian ikut menyebarkan istilah tersebut melintasi batas negara. Dalam waktu singkat, ACAB sudah terdengar di New York, Berlin, hingga Jakarta, menjadi semacam semboyan global bagi kelompok anarkis, anti-otoriter, dan siapa saja yang merasa terpinggirkan oleh sistem.

Seiring berjalannya waktu, makna ACAB semakin berlapis. Ia bisa digunakan sebagai ekspresi kasual dalam protes, bisa pula menjadi bagian dari ideologi politik yang lebih serius. Tidak jarang, kelompok dengan arah berbeda ikut memakainya, termasuk skinhead dengan agenda ekstremis yang membuat istilah ini tampak lebih menyeramkan.

Situasi ini memunculkan perdebatan hukum. Di Jerman, ACAB pernah digugat sebagai ujaran kebencian. Di Amerika Serikat, Liga Anti-Pencemaran Nama Baik (Anti-Defamation League) menggolongkannya sebagai simbol kebencian, meski mereka menegaskan penggunaannya harus dilihat dari konteks. Sebab, ACAB bisa dipakai baik oleh kelompok rasis maupun oleh gerakan anti-rasis yang melawan diskriminasi polisi.

Lihat Juga :  Gonjang-Ganjing Roma, Kota Abadi yang Diperebutkan Banyak Kaisar  

Sejarah panjang ini menunjukkan bahwa ACAB bukan sekadar coretan dinding atau tulisan di media sosial. ACAB adalah cerminan hubungan yang rumit antara masyarakat dan negara. Empat huruf ini terus kembali hadir sebagai penanda keresahan sosial. ACAB menjadi saksi bahwa perlawanan, dalam bentuk sekecil apa pun, selalu mencari cara untuk bersuara, meski hanya lewat coretan sederhana yang pada akhirnya mendunia. (LSA)

Lain nya

Latest Posts

Most Commented

Featured Videos